Ayat
Alkitab: Matius 7:24-27; Lukas 6:46-49
Pengajaran:
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,
tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (Matius 7:25)
Sewaktu
Tuhan Yesus memulai pemberitaan Injil di dunia ini, Ia memilih dua belas rasul
dan melakukan banyak mujizat yang mengherankan dan menyembuhkan banyak
penyakit. Banyak orang datang kepada-Nya untuk mendengarkan firman-Nya. Di
sebuah bukit dekat Danau Galilea, Tuhan Yesus mengajarkan banyak orang tentang
kebenaran yang ditulis oleh rasul Matius sebagai “Khotbah di Bukit” (Mat.
5:3-12). Sesudah itu Tuhan Yesus berpesan dengan sungguh-sungguh, bahwa setiap
orang yang mendengarkan firman Allah harus melakukannya untuk bisa masuk ke
dalam Kerajaan Surga (Mat. 7:21), Ia lalu menceritakan perumpamaan di bawah ini
sebagai kesimpulan.
Tuhan
Yesus memakai perumpamaan memilih dasar dalam membangun rumah, membagi manusia
menjadi dua macam. Yang pertama bijaksana, yang kedua bodoh. Semua orang tentu
ingin membangun rumah yang kokoh, nyaman, dan indah. Rumah bukan saja tempat
berlindung dari angin, hujan dan terik matahari, tetapi juga tempat tinggal
hingga hari tua. Rumah tentu tidak sembarangan dibangun, sebab apabila rumah
tidak kokoh dan rapuh, rumah itu dapat mencelakakan keluarga. Apabila manusia
mempunyai prinsip yang demikian dalam hal membangun rumah, sudah sepatutnya
kita memegang prinsip yang sama dalam hal kehidupan rohani, yang tidak hanya
mempengaruhi hidup kita sekarang, tetapi juga masa depan kita dalam hidup yang
akan datang. Dalam perumpamaan ini kita dapat merenungkan bagaimana kita dapat
menjadi Kristen yang berhikmat.
DUA
MACAM DASAR
Di zaman
sekarang, untuk membangun dasar kita menggunakan teknologi pemboran tanah dan
merancang penguatannya. Di zaman Tuhan Yesus, Ia memakai batu dan tanah sebagai
perbandingan, agar kita memahami pentingnya dasar itu.
1. Pasir
Pasir
bersifat gembur dan mudah digali, tetapi tidak dapat diandalkan sebagai dasar.
Iman seperti ini adalah iman yang kosong di dalam; rupa luarnya tampak sebagai
orang Kristen yang sangat agamis, tetapi hatinya tidak mempunyai dasar iman
yang benar. Dasar pasir melambangkan orang yang membangun imannya di atas
kepentingan duniawi yang kasat mata. Ia seperti orang yang berlari di atas
pasir pantai; rasanya empuk dan nyaman, tetapi larinya sulit karena ada daya
hambatan yang menahan laju langkah kakinya. Iman orang ini mungkin dibangun
dari tradisi keluarga, atau karena hubungan antar manusia, seperti diajak
majikat, sahabat, atau tokoh masyarakat, yang seharusnya bisa menjadi awal yang
baik.Namun apabila ia tidak mengejar kedewasaan rohani dan iman kepercayaan,
rohaninya tetap lemah dan tidak tahan uji.
Ada
orang yang menjadi percaya karena mencari nama dan kenikmatan materi. Simon si
tukang sihir, ia menjadi percaya tetapi tidak mengubah motivasi lamanya yang
salah, sehingga menawarkan sejumlah uang untuk membeli kuasa Roh Kudus. Petrus
menegurnya, “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau
menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada
bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah.
Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni
niat hatimu ini” (Kis. 8:20-22).
Ada lagi
orang yang menjadi percaya karena mengalami anugerah atau melihat mujizat.
Namun dorongan sesaat ini tidak berumur panjang apabila hanya didasarkan pada
kepentingan pribadi seperti orang-orang yang mengikuti Yesus karena ingin
mendapatkan roti. Tuhan Yesus berkata kepada mereka, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda,
melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk
makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai
kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu” (Yoh.
6:24-27). Tuhan mengingatkan kita agar jangan menjadikan kepercayaan dan ibadah
sebagai sumber keuntungan (1Tim. 6:5).
Membangun
dasar rumah di atas pasir kelihatannya mudah, tetapi rumah itu tidak dapat
bertahan lama dan tidak akan mendatangkan anugerah Allah yang sesungguhnya.
2. Batu
Batu
melambangkan Tuhan Yesus. Ia sangat kokoh dan kuat, "sebab di bawah kolong
langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita
dapat diselamatkan" (Kis. 4:12), "Engkau tetap sama, dan
tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan" (Ibr. 1:12). Pemazmur menyimpulkan
pengalaman hidupnya: "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan
kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita
tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di
dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang
oleh geloranya" (Mzm. 46:1-3).
Orang
yang membangun dasar rumah di atas batu ini tidak lagi perlu kuatir, dan kasih
karunia Tuhan senantiasa menyertainya. Berbahagialah dia.
MENJADI
ORANG KRISTEN YANG BIJAK
Orang
yang bijak akan memilih batu sebagai dasar rumahnya, agar rumahnya kokoh dan
tidak lekang oleh waktu. Semua orang tentu ingin agar jerih payahnya mendirikan
rumah tidak sia-sia. Bagaimanakah menjadi orang Kristen yang bijak? Melalui
perumpamaan ini Tuhan Yesus menyampaikan beberapa pengajaran bagi kita :
a.
Mengenal Tuhan Yesus dengan Sungguh
Kita
harus mengenal Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat umat manusia, Allah
yang Esa, dan satu-satunya dasar iman kita. Orang-orang Samaria dari Sikhar
menjadi percaya kepada Tuhan Yesus karena pemberitaan seorang perempuan. Mereka
kemudian berkata kepada perempuan itu, “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena
apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu,
bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia” (Yoh. 4:42).
Orang
menjadi percaya melalui pengalaman yang berbeda-beda. Setelah percaya, setiap
orang hendaklah sungguh-sungguh mengejar pertumbuhan rohani, dengan sepenuh
hati mengenal Tuhan dan membangun dasar iman yang kokoh di atas Dia, dan
“hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang
kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus” (Kol. 2:8). Teladanilah Paulus, yang mengajarkan, “Tetapi apa
yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.
Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus,
Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah
melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”
(Flp. 3:7-8).
b.
Sungguh-Sungguh Memahami Perintah Allah
Tuhan
berkata, "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya
dalam roh dan kebenaran" (Yoh. 4:24). Allah maha tahu dan maha hadir. Ia
mengetahui pikiran dan hati manusia, dan tidak ada mahluk yang dapat
bersembunyi dari pandangan mata-Nya (Ibr. 4:13). Ia menghendaki kita untuk
membangun iman yang tulus dan benar. Kiranya kita tidak berbuat seperti Akhan
yang mengira tidak ada yang mengetahui perbuatannya menyembunyikan barang curian
(Yos. 7:11). Juga seperti bangsa Israel di masa lalu, mempersembahkan korban
tanpa memikirkan apakah persembahan itu benar dan sesuai dengan perintah Allah
atau tidak (Mal. 1:6-8), dan mengira Allah dapat dibeli dengan persembahan
sehingga menutup mata atas kejahatan yang menimpa orang-orang lemah (ref. Yes.
1:10-15)
Tuhan
Yesus pernah menegur orang-orang Farisi yang munafik dan mengingatkan
murid-murid-Nya, "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang
Farisi" (Mrk. 8:15). Karena itu kita harus benar-benar memahami perintah
Allah bagi kita, dan "marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus
ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan
dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni"
(IBr. 10:22).
c.
Memahami Bahwa Kita Pasti Diuji
"Kemudian
turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah
itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu" (Mat. 7:25).
Ahli bangunan yang bijak
mempertimbangkan berbagai kemungkinan seperti gempa, badai, hujan, dan
sebagainya, agar orang yang tinggal di dalamnya tetap aman dan nyaman. Begitu
juga orang yang membangun iman, baginya Tuhan Yesus berkata, “Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut
Aku” (Mat. 16:24). Orang yang menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus, ia tidak
lagi milik dunia, sehingga dunia membencinya (Yoh. 15:19). “Untuk masuk ke
dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis. 14:22).
Peringatan-peringatan ini tidak dimaksudkan untuk menakuti kita, tetapi agar
kita mempersiapkan diri dan waspada, rendah hati dan bersandar kepada Tuhan.
Yesus berkata, “semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya
kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu” (Yoh. 16:4). “Dan sekarang
juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya,
apabila hal itu terjadi” (Yoh. 14:29), “supaya kamu beroleh damai sejahtera
dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu,
Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).
Jadi ingatlah, bahwa kita semua akan
diuji, karena “setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus
akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12). Kita harus senantiasa saling mendoakan dan
meneguhkan dalam penderitaan dengan bersandar pada Tuhan yang memberikan
kekuatan, dan tidak meninggalkan batu karang yang kokoh ini sampai “kamu
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yak. 1:4).
d.
Mengetahui Upah Dari Allah
Walaupun dilanda berbagai macam ujian, rumah yang berdasarkan batu
karang akan tetap berdiri teguh (ref. Mat. 7:25). Pada akhir zaman, Allah akan
menghakimi dengan adil. Orang yang setia memegang perintah-Nya akan menerima
mahkota kemuliaan (ref. 2Tim. 4:7-8). Kita telah memperoleh hidup yang penuh
dengan pengharapan, “untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang
tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu”
(1Ptr. 1:3-4).
Karena itu, marilah dengan rendah
hati, lemah lembut, dan kudus, menerima pengajaran Tuhan, dan menjalankannya
dalam kehidupan kita (ref. Yak. 1:21-23), dalam segala hal menginginkan yang
baik (Ibr. 13:18), tidak gentar menghadapi kendala, cemooh, ejekan, bahkan
kekerasan, dan menjadi orang Kristen yang memegang teguh prinsip Kristus,
bersandar pada Roh Kudus, senantiasa melatih diri menjadi pribadi yang lebih
baik, seperti tertulis, “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah,
geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan
lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta
kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui
untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kol.
3:8-10).
Inilah yang dimaksud dengan membangun
rumah di atas batu karang, berjerih lelah menempatkan dasar itu, dan akhirnya
menerima janji Allah yang kekal (ref. Rm. 5:5).
PENUTUP
“Sebab
kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal”
(2Kor. 4:18). Orang Kristen yang bijak akan berpikir jauh ke depan, siap sedia
melakukan segala sesuatu untuk menjalankan perintah Allah dengan setia, dan
memelihara janji Allah dalam hatinya, tidak terhanyut arus dunia. Ia adalah
umat kudus yang sejati.
Source : http://members.tjc.org/sites/en/id/Lists/Santapan%20Rohani/Menjadi%20Kristen%20yang%20Bijak.aspx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar