Rabu, 19 November 2014

Menjadi Kristen Yang Bijak

Ayat Alkitab: Matius 7:24-27; Lukas 6:46-49
Pengajaran: Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (Matius 7:25)

         Sewaktu Tuhan Yesus memulai pemberitaan Injil di dunia ini, Ia memilih dua belas rasul dan melakukan banyak mujizat yang mengherankan dan menyembuhkan banyak penyakit. Banyak orang datang kepada-Nya untuk mendengarkan firman-Nya. Di sebuah bukit dekat Danau Galilea, Tuhan Yesus mengajarkan banyak orang tentang kebenaran yang ditulis oleh rasul Matius sebagai “Khotbah di Bukit” (Mat. 5:3-12). Sesudah itu Tuhan Yesus berpesan dengan sungguh-sungguh, bahwa setiap orang yang mendengarkan firman Allah harus melakukannya untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga (Mat. 7:21), Ia lalu menceritakan perumpamaan di bawah ini sebagai kesimpulan.
      Tuhan Yesus memakai perumpamaan memilih dasar dalam membangun rumah, membagi manusia menjadi dua macam. Yang pertama bijaksana, yang kedua bodoh. Semua orang tentu ingin membangun rumah yang kokoh, nyaman, dan indah. Rumah bukan saja tempat berlindung dari angin, hujan dan terik matahari, tetapi juga tempat tinggal hingga hari tua. Rumah tentu tidak sembarangan dibangun, sebab apabila rumah tidak kokoh dan rapuh, rumah itu dapat mencelakakan keluarga. Apabila manusia mempunyai prinsip yang demikian dalam hal membangun rumah, sudah sepatutnya kita memegang prinsip yang sama dalam hal kehidupan rohani, yang tidak hanya mempengaruhi hidup kita sekarang, tetapi juga masa depan kita dalam hidup yang akan datang. Dalam perumpamaan ini kita dapat merenungkan bagaimana kita dapat menjadi Kristen yang berhikmat.

DUA MACAM DASAR
Di zaman sekarang, untuk membangun dasar kita menggunakan teknologi pemboran tanah dan merancang penguatannya. Di zaman Tuhan Yesus, Ia memakai batu dan tanah sebagai perbandingan, agar kita memahami pentingnya dasar itu.

1. Pasir
            Pasir bersifat gembur dan mudah digali, tetapi tidak dapat diandalkan sebagai dasar. Iman seperti ini adalah iman yang kosong di dalam; rupa luarnya tampak sebagai orang Kristen yang sangat agamis, tetapi hatinya tidak mempunyai dasar iman yang benar. Dasar pasir melambangkan orang yang membangun imannya di atas kepentingan duniawi yang kasat mata. Ia seperti orang yang berlari di atas pasir pantai; rasanya empuk dan nyaman, tetapi larinya sulit karena ada daya hambatan yang menahan laju langkah kakinya. Iman orang ini mungkin dibangun dari tradisi keluarga, atau karena hubungan antar manusia, seperti diajak majikat, sahabat, atau tokoh masyarakat, yang seharusnya bisa menjadi awal yang baik.Namun apabila ia tidak mengejar kedewasaan rohani dan iman kepercayaan, rohaninya tetap lemah dan tidak tahan uji.
           Ada orang yang menjadi percaya karena mencari nama dan kenikmatan materi. Simon si tukang sihir, ia menjadi percaya tetapi tidak mengubah motivasi lamanya yang salah, sehingga menawarkan sejumlah uang untuk membeli kuasa Roh Kudus. Petrus menegurnya, “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini” (Kis. 8:20-22).
       Ada lagi orang yang menjadi percaya karena mengalami anugerah atau melihat mujizat. Namun dorongan sesaat ini tidak berumur panjang apabila hanya didasarkan pada kepentingan pribadi seperti orang-orang yang mengikuti Yesus karena ingin mendapatkan roti. Tuhan Yesus berkata kepada mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu” (Yoh. 6:24-27). Tuhan mengingatkan kita agar jangan menjadikan kepercayaan dan ibadah sebagai sumber keuntungan (1Tim. 6:5).

Membangun dasar rumah di atas pasir kelihatannya mudah, tetapi rumah itu tidak dapat bertahan lama dan tidak akan mendatangkan anugerah Allah yang sesungguhnya.

2. Batu
     Batu melambangkan Tuhan Yesus. Ia sangat kokoh dan kuat, "sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan" (Kis. 4:12), "Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan" (Ibr. 1:12). Pemazmur menyimpulkan pengalaman hidupnya: "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya" (Mzm. 46:1-3).

Orang yang membangun dasar rumah di atas batu ini tidak lagi perlu kuatir, dan kasih karunia Tuhan senantiasa menyertainya. Berbahagialah dia.

MENJADI ORANG KRISTEN YANG BIJAK
        Orang yang bijak akan memilih batu sebagai dasar rumahnya, agar rumahnya kokoh dan tidak lekang oleh waktu. Semua orang tentu ingin agar jerih payahnya mendirikan rumah tidak sia-sia. Bagaimanakah menjadi orang Kristen yang bijak? Melalui perumpamaan ini Tuhan Yesus menyampaikan beberapa pengajaran bagi kita :

a. Mengenal Tuhan Yesus dengan Sungguh
         Kita harus mengenal Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat umat manusia, Allah yang Esa, dan satu-satunya dasar iman kita. Orang-orang Samaria dari Sikhar menjadi percaya kepada Tuhan Yesus karena pemberitaan seorang perempuan. Mereka kemudian berkata kepada perempuan itu, “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia” (Yoh. 4:42).
      Orang menjadi percaya melalui pengalaman yang berbeda-beda. Setelah percaya, setiap orang hendaklah sungguh-sungguh mengejar pertumbuhan rohani, dengan sepenuh hati mengenal Tuhan dan membangun dasar iman yang kokoh di atas Dia, dan “hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus” (Kol. 2:8). Teladanilah Paulus, yang mengajarkan, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp. 3:7-8).

b. Sungguh-Sungguh Memahami Perintah Allah
         Tuhan berkata, "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh. 4:24). Allah maha tahu dan maha hadir. Ia mengetahui pikiran dan hati manusia, dan tidak ada mahluk yang dapat bersembunyi dari pandangan mata-Nya (Ibr. 4:13). Ia menghendaki kita untuk membangun iman yang tulus dan benar. Kiranya kita tidak berbuat seperti Akhan yang mengira tidak ada yang mengetahui perbuatannya menyembunyikan barang curian (Yos. 7:11). Juga seperti bangsa Israel di masa lalu, mempersembahkan korban tanpa memikirkan apakah persembahan itu benar dan sesuai dengan perintah Allah atau tidak (Mal. 1:6-8), dan mengira Allah dapat dibeli dengan persembahan sehingga menutup mata atas kejahatan yang menimpa orang-orang lemah (ref. Yes. 1:10-15)
           Tuhan Yesus pernah menegur orang-orang Farisi yang munafik dan mengingatkan murid-murid-Nya, "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi" (Mrk. 8:15). Karena itu kita harus benar-benar memahami perintah Allah bagi kita, dan "marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni" (IBr. 10:22).

c. Memahami Bahwa Kita Pasti Diuji
"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu" (Mat. 7:25).
         Ahli bangunan yang bijak mempertimbangkan berbagai kemungkinan seperti gempa, badai, hujan, dan sebagainya, agar orang yang tinggal di dalamnya tetap aman dan nyaman. Begitu juga orang yang membangun iman, baginya Tuhan Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24). Orang yang menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus, ia tidak lagi milik dunia, sehingga dunia membencinya (Yoh. 15:19). “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis. 14:22). Peringatan-peringatan ini tidak dimaksudkan untuk menakuti kita, tetapi agar kita mempersiapkan diri dan waspada, rendah hati dan bersandar kepada Tuhan. Yesus berkata, “semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu” (Yoh. 16:4). “Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi” (Yoh. 14:29), “supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).
        Jadi ingatlah, bahwa kita semua akan diuji, karena “setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12). Kita harus senantiasa saling mendoakan dan meneguhkan dalam penderitaan dengan bersandar pada Tuhan yang memberikan kekuatan, dan tidak meninggalkan batu karang yang kokoh ini sampai “kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yak. 1:4).

d. Mengetahui Upah Dari Allah         
         Walaupun dilanda berbagai macam ujian, rumah yang berdasarkan batu karang akan tetap berdiri teguh (ref. Mat. 7:25). Pada akhir zaman, Allah akan menghakimi dengan adil. Orang yang setia memegang perintah-Nya akan menerima mahkota kemuliaan (ref. 2Tim. 4:7-8). Kita telah memperoleh hidup yang penuh dengan pengharapan, “untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu” (1Ptr. 1:3-4).

           Karena itu, marilah dengan rendah hati, lemah lembut, dan kudus, menerima pengajaran Tuhan, dan menjalankannya dalam kehidupan kita (ref. Yak. 1:21-23), dalam segala hal menginginkan yang baik (Ibr. 13:18), tidak gentar menghadapi kendala, cemooh, ejekan, bahkan kekerasan, dan menjadi orang Kristen yang memegang teguh prinsip Kristus, bersandar pada Roh Kudus, senantiasa melatih diri menjadi pribadi yang lebih baik, seperti tertulis, “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kol. 3:8-10).

         Inilah yang dimaksud dengan membangun rumah di atas batu karang, berjerih lelah menempatkan dasar itu, dan akhirnya menerima janji Allah yang kekal (ref. Rm. 5:5).

PENUTUP
“Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:18). Orang Kristen yang bijak akan berpikir jauh ke depan, siap sedia melakukan segala sesuatu untuk menjalankan perintah Allah dengan setia, dan memelihara janji Allah dalam hatinya, tidak terhanyut arus dunia. Ia adalah umat kudus yang sejati.


Source : http://members.tjc.org/sites/en/id/Lists/Santapan%20Rohani/Menjadi%20Kristen%20yang%20Bijak.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar